Suara.com - Virus corona tak hanya menjadi wabah yang mengerikan di Wuhan. Virus ini menjadikan kota ini mati dan mengisolasi penduduknya. Warga pun kesulitan mencari makanan.
Dalam laporannya, AFP menelusuri bahwa penduduk Wuhan terpenjara di dalam kotanya sendiri. Para penduduknya tak hanya dibatasi dalam bepergian, mereka juga mengalami kesulitan dalam mencari makan. Pasokan makanan semakin langka, sementara makanan yang tersisa sudah busuk dan tak layak dikonsumsi.
Seorang perempuan terisolasi di dalam rumahnya. Dia hanya bisa menggantungkan hidupnya pada layanan makanan daring. Guo menceritakan pada AFP bahwa dia hanya memiliki acar sayur dan telur asin sebagai stok bahan pangan di rumahnya.
"Kami tidak punya cara lain untuk memilih apa yang kami makan, kami tidak memiliki preferensi pribadi lagi," kata Guo.
Ada 11 juta orang yang bernasib sama dengan Guo di Wuhan. Sejak 23 Januari lalu, pemerintah menetapkan peraturan baru untuk melarang penduduknya meninggalkan lingkungan mereka.
"Saya tidak tahu beli di mana lagi setelah selesai makan apa yang kita miliki di rumah," kata Pan Hongsheng yang tinggal bersama isteri dan dua anaknya.
Namun, Pan menceritakan pada AFP "Tidak ada yang peduli di komunitas kami."
Ia menceritakan bagaimana sebuah keluarga di lingkungannya bahkan tidak memiliki susu bubuk untuk anaknya yang berusia tiga tahun. Pan sendiri mengalami kesulitan untuk mengirimkan obat pada mertuanya yang berusia delapan puluhan tahun.
Wakil Sekretaris Komite Partai Komunis Hubei, Qian Yuankun, dalam konferensi persnya mengatakan, "Pengelolaan lingkungan yang tertutup pasti akan membawa ketidaknyamanan pada kehidupan rakyat."
Beberapa daerah telah membentuk komunitas layanan pembelian, di mana supermarket mengirimkan pesanan makanan dalam jumlah besar untuk kelompok.
Sementara itu, layanan pemasok bahan makanan memiliki aturan baru dengan membatasi jumlah kiriman. Supermarket dan Komunitas lingkungan pun saling berebut untuk mendapatkan bahan makanan.
Di lingkungan Guo, 5,5 kilogram untuk lima sayuran termasuk kentang dan kol bayi harganya mencapai 50 yuan atau lebih dari seratus ribu rupiah.
Terlebih, model pembelian bahan makanan melalui komunitas ternyata mengalami kendala lain. Supermarket memiliki minimum pemesanan untuk dikirim. Ini menyulitkan komunitas dengan kelompok yang kecil.
Beberapa wilayah bahkan menerapkan aturan sendiri seperti melarang supermarket menjual kepada individu dan memaksa lingkungan membeli dalam jumlah besar atau tidak sama sekali.
Sebuah supermarket bahkan membatasi beban pengiriman harian menjadi 1000 pesanan per hari. Pihak supermarket memiliki kendala mempekerjakan staff. Mereka takut terinfeksi jika mempekerjakan terlalu banyak orang.
Kenyataan lain yang dihadapi penduduk Wuhan adalah bahan makanan yang busuk. Meski mereka telah membeli secara kelompok, namun tak jarang mereka menemui tomat dan bawang yang sudah busuk.
David Dai, penduduk yang tinggal di pinggiran Wuhan memperkirakan ada lebih dari sepertiga makanan yang harus dibuang.
"makan" - Google Berita
February 29, 2020 at 07:10AM
https://ift.tt/32BilJC
Lapar dan Takut, Warga Wuhan: Mau Makan, tapi Makanannya Busuk - Suara.com
"makan" - Google Berita
https://ift.tt/2Pw7Qo2
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Lapar dan Takut, Warga Wuhan: Mau Makan, tapi Makanannya Busuk - Suara.com"
Post a Comment